PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI
Alitta Saftri Wandari // 23010112130203
Universitas Diponegoro
Faculty of Agriculture
BAB I
Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun 2005−2020 mendatang khususnya di negara negara sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan diperkirakan meningkat sebanyak 76 juta jiwa setiap tahunnya. Dari jumlah penduduk tersebut, sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di negara-negara sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relatif sangat rendah.
Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, walaupun sifat dasar dari pangan itu baik, jika penanganannya kurang baik maka akan menyebabkan terjadinya suatu penyimpangan yang mungkin dapat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Hasil turunan yang berasal dari produk hewani seperti gelatin, mineral, gliserol, lemak, emulsifier, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini diperoleh dengan suatu proses penanganan dan perlakuan khusus yang apabila kurang baik secara langsung akan menurunkan mutu bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi manusia.
Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, walaupun sifat dasar dari pangan itu baik, jika penanganannya kurang baik maka akan menyebabkan terjadinya suatu penyimpangan yang mungkin dapat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Hasil turunan yang berasal dari produk hewani seperti gelatin, mineral, gliserol, lemak, emulsifier, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini diperoleh dengan suatu proses penanganan dan perlakuan khusus yang apabila kurang baik secara langsung akan menurunkan mutu bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi manusia.
Diantara beberapa sumber bahan pangan, produk hewani merupakan salah satu bahan yang penting sekali. Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur, dan ikan yang sangat kaya dengan protein. Protein ini juga mengandung asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia.
Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu serta olahan lainnya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat pesat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya Negara-negara yang sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan di perkirakan meningkat sebanyak 76 juta setiap tahunnya . dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3% pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani , juga ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.
1.2.Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai syarat dan tugas mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) Pengantar Ilmu dan Industri Peternakan,serta untuk mengetahui peranan ternak sebagai sumber pakan hewani bagi manusia,dan mengetahui fenomena-fenomena dunia yang terancam kekurangan bahan pakan hewani sehingga kita dapat mengelola peternakan dengan maksimal.
1.3.Manfaat Makalah
Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran ternak terhadap pemenuhan pangan hewani serta pemenuhan gizi bagi manusia dan dapat membuka cakrawala fenomena dunia yang terancam kekurangan pakan dan dapat memahami serta mengelola sumber pakan hewani secara optimal.
1.4.Tinjauan Pustaka
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk hidup sehat.Hewan/ternak berperan(keseluruhan/sebagian) dalam peningkatan mutu kehidupan manusia.Sebagian peran Hewan/Ternak yang penting dalam kehidupan manusia:
1.Sumber makanan bermutu tinggi
2.Pakaian yang mahal dan prestisius
3.Hasil samping RPH,Bahan dasar berbagai proses kimiawi dan pakan ternak
4.Hewan coba(penemuan IPTEK)
5.Hiburan/Hobi,Kesejahteraan rohaniah dan penolong penderita cacat
6.Kotoran kandang,Pupuk sumber energi dan bahan bangunan
Meskipun masyarakat menyadari pangan hewani sebagai kebutuhan primer namun hingga kini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia sangat rendah. Pada tahun 2000,konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi penduduk Malaysia (36,7 kg), Thailand (13,5 kg), Fhilipina (7,6 kg), Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg) (Poultry International, 2003). Konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia 100 gram/kapita/hari (Poultry International, 2003 dalam Rusfidra, 2007a,b).
Begitupun konsumsi telur penduduk Indonesia baru 2,7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan Fhilipina 6,2 kg. Bila satu kilogram telur rata-rata terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur penduduk Indonesia hanya sekitar 46 butir/kapita/tahun atau 1/8 butir/kapita/hari. Pada periode yang sama, penduduk Malaysia setiap tahunnya memakan 245 butir telur atau 2/3 butir telur/kapita/hari.
Konsumsi susu masyarakat Indonesia sangat rendah, yakni sekitar 7 kg /kapita /tahun, Malaysia mencapai 20 kg/kapita/tahun, sedangkan masyarakat Amerika Serikat mengkonsumsi susu 100 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari masih jauh dari harapan. Angka ini dapat dicapai bila konsumsi terdiri dari 10 kg daging; 3,4 kg telur dan 6 kg susu/kapita/tahun. Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani yang ideal adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999).
Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto (PDB) suatu negara. Masyarakat di beberapa negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Fhilipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Sementara itu, negara-negara yang konsumsi protein hewaninya di bawah10 gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya 55-65 tahun (Han, 1999).
Perbandingan Negara sedang berkembang dan Negara berkembang
Negara Sedang berkembang Negara Berkembang
(Developing Country) (Developed Cuntry)
1.Tingkat Perekonomian dan Pendidikan 1.Tingkat Perekonomian dan Pendidikan
masih rendah tinggi
2.Konsumsi nabati >hewan 2.Konsumsi hewan>nabati
3.Kalori 2.434 kkal/kapital/hari 3.Kalori 3.398 kkal/kapital/hari
4.Protein 59 gram 4.Protein 103 gram
5.Penyedia kalori dan protein hewani 5.Penyedia kalori dan protein hewani
9% : 22% 30% : 57%
Tabel
Populasi beberapa jenis ternak dan pemanfaatannya di dunia (1983) dan di indonesia (1996)dalam juta ekor
Spesies Ternak
|
Di Dunia
|
Di Indonesia
|
Pemanfaatannya
|
Sapi
|
1.282
|
12.749
|
Daging,Susu,Kulit,Pupuk
|
Domba
|
1.176
|
6.605
|
Daging,Susu,wool,Kulit,Pupuk
|
Kambing
|
526
|
12.777
|
Daging,Susu,Kulit,Pupuk
|
Kerbau
|
140
|
3.618
|
Daging,Susu,Kulit,Pupuk
|
Ayam
|
10.584
|
1.177.274
|
Daging,Telur,Bulu,Pupuk
|
Itik
|
527
|
27.341
|
Daging,Telur,Bulu,Pupuk
|
Babi
|
846
|
9.431
|
Daging,Pupuk
|
Kuda
|
60
|
726
|
Telur,Daging,Hobi
|
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) AKTIF DALAM USAHA PERTANIAN/PETERNAKAN
Negara Berkembang Negara Maju
1. Mencapai lebih dari 60 % 1.Hanya 9 %
2. 70 % Populasi penduduk dunia 2. 30 % Populasi penduduk dunia
3. 68 %Ternak Ruminansia 3. 32 %Ternak Ruminansia
4. 1/3 Produksi Daging 4. 2/3 Produksi Daging
5. 20 % Produksi Susu 5. 80 % Produksi Susu
Kesimpulan:Penduduk dunia masih Kesimpulan:Kualitas SDM lebih baik
Sering dilanda bahaya kelaparan dan mampu berproduksi lebih efisien
Peran berbagai macam kelompok pangan dalam penyediaan pangan di dunia
Kelompok Pangan
|
Kalori (%)
|
Protein (%)
|
Biji-Bijian(Cereals)
|
49
|
43
|
Umbi-umbian
|
10
|
10
|
Kacang-kacangan minyak/Lemak Nabati
|
8
|
4
|
Gula dan Produknya
|
9
|
2
|
Sayur dan Buah
|
8
|
7
|
Daging
|
7
|
15
|
Telur
|
1
|
2
|
Ikan
|
1
|
5
|
Susu
|
5
|
11
|
1.5.Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
2.1. Pengertian Ternak ?
2.2.Ternak Bahan pangan akan mudah mengalami kerusakan,Langkah-langkah penanganannya ?
2.3. Apa yang di maksud“Ketahanan Pangan” ?
2.4. Permasalahan Penyediaan Pangan di Indonesia ?
2.5. Tantangan Sektor Peternakan di Era Globalisasi ?
2.6. Peran Sektor Peternakan ?
2.7. Masalah pangan olahan hasil ternak ?
2.8.Pengembangan produk hasil ternak ?
2.9. Apakah Manfaat protein hewani ?
Bab II
Pembahasan
2.1.Pengertian Ternak
Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan yang bermutu tinggi,Pakaian yang mahal dan prestisius,Hasil samping RPH(Bahan dasar berbagai proses kimiawi dan pakan ternak),Hewan coba(Penemuan IPTEK),Hiburan/hobi, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian dari kegiatan pertanian secara umum.Ternak dalam mencukupi kebutuhan non pangan:wool,bulu,dan kulit hewan serta Pupuk kandang.
2.2. Ternak Bahan pangan akan mudah mengalami kerusakan,Langkah-langkah penanganannya
Hasil turunan yang berasal dari produk hewani seperti gelatin, mineral, gliserol, lemak, emulsifier, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini diperoleh dengan suatu proses penanganan dan perlakuan khusus yang apabila kurang baik secara langsung akan menurunkan mutu bahkan mungkin menimbulkan bahaya bagi manusia.
Pada umumnya, bahan pangan akan mudah mengalami kerusakan, langkah-langkah penanganan dari awal sampai akhir akan sangat menentukan kondisi dari bahan pangan itu sendiri. Sama halnya dengan produk hewani, mulai dari penyembelihan untuk ternak dan unggas, pemisahan bulu, pencacahan karkas, penyimpanan dan proses pengolahan dan pasca pengolahan memerlukan perhatian khusus yang mempunyai resiko tersendiri baik dari quality mau pun safety. Produk hewani memiliki tambahan risiko, mengingat kandungan nutrisinya yang sangat kaya.
Banyak kasus yang telah terjadi akibat penanganan bahan pangan hewani yang kurang baik, seperti gangguan pencernan dan keracunan akibat daging basi yang dikonsumsi para karyawan pabrik. Ini tentu tidak bisa dibiarkan, perlu adanya pengetahuan khusus dalam penanganan bahan sehingga resiko bahaya dapat dicegah.
2.3. Apa yang di maksud“Ketahanan Pangan” ?
Adanya krisis global saat ini juga semakin membuat krisis bertambah sulit. Banyak kalangan yang memperkirakan kalau krisis perekonomian yang semakin kompleks ini bisa mengarah kepada krisis pangan. Kelaparan akan menjadi ancaman yang akan menyusul kemiskinan massal yang terjadi saat ini. Sebelum krisis pangan terjadi, sejak jauh- jauh hari, sudah banyak pemikir maupun praktisi yang mati-matian menggodok kebijakan kebijakan maupun sekedar sumbangan pemikiran untuk mengantisipasinya. Semuanya itu berdiri di atas satu sikap, bernama “Ketahanan Pangan”. Di dalam hal ini perlu sekali pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang baik untuk mengatasi krisis pangan yang akan terjadi. Pemenuhan kebutuhan pangan hewani bagi sekitar 230 juta jiwa penduduk Indonesia yang terus bertambah lebih dari 1,3% per tahun merupakan permasalahan yang perlu diupayakan jalan keluarnya. Hingga saat ini produk olahan hasil ternak di Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional masih harus impor (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004).
2.4. Permasalahan Penyediaan Pangan di Indonesia ?
1. Konsumsi Hasil Ternak Masyarakat Indonesia Tingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih jauh dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH), tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1 g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5 kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th, dan telur 4,7 kg/kap/th (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Tingkat konsumsi protein hasil ternak tersebut terhitung kecil dibanding jumlah konsumsi protein (total nabati dan hewani) yang ianjurkan sebesar 46,2 g/kap/hr (Tranggono, 2004). Sebagai pembanding, konsumsi susu di Amerika, Jepang dan beberapa negara Eropa sudah lebih dari 80 kg/kap/th. Konsumsi susu beberapa Rendahnya Konsumsi Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Diponegoro 7 negara ASEAN juga relatif tinggi, yaitu Philippina 18,8 kg/kap/th, Malaysia 22,5 kg/kap/th, Thailand 28,0 kg/kap/th dan Singapura 32 kg/kap/th (Haryono, 2007).
2. Kondisi Peternakan dan Industri Pengolahan Peternakan di Indonesia hingga saat ini didominasi peternakan rakyat berskala kecil dan belum maju. Lebih khusus lagi kondisi industri pengolahan pangan dan hasil ternak dominan berskala kecil. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 916.182 industri makanan dan minuman di Indonesia, 5.612 (0,61%) industri skala besar dan menengah, 82.430 9,11%) industri skala kecil, dan 828.140 (90,28%) industri rumah tangga (Darmawan, 2001).
2.5. Tantangan Sektor Peternakan di Era Globalisasi ?
Era globalisasi perdagangan yang merupakan pemberlakuannya perdagangan bebas antar negara menjadi tantangan baru dalam pembangunan peternakan, disamping sederetan persoalan peternakan yang melanda negara ini. Dalam globalisasi perdagangan, produksi peternakan dalam negeri harus mampu bersaing dengan produksi peternakan dari berbagai negara. Sehingga dapat dibayangkan betapa ketatnya persaingan antar produksi dalam mencari pangsa pasar (market segmention). Bahkan anekdot siapa yang kuat pasti dapat; seperti halnya hukum rimba, merupakan keniscayaan yang suka atau tidak suka akan dihadapi oleh pelaku industri peternakan bangsa ini.
Persaingan mendapatkan bahan baku produksi dan lahan peternakan juga merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku peternakan dalam memajukan peternakan nasional di era globalisasi perdagangan. Belum lagi masalah penyakit ternak atau hewan menular lainnya.
2.6. Peran Sektor Peternakan ?
Hampir diseluruh daerah di Indonesia kita temukan peternakan, baik peternakan yang berskala kecil maupun peternakan yang berskala besar. Bahkan menurut menteri pertanian (Mentan) Anton Apriyantono sub sektor peternakan telah menjadi salah satu sumber pertumbuhan yang tinggi disektor pertanian pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam upaya peningkatan kecerdasan masyarakat melalui penyediaan pangan asal ternak sebagai sumber protein hewani. Disamping itu juga memiliki peranan dalam peningkatan nilai tambah pendapatan masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan, oleh karenanya pembangunan sektor ini dapat menjadi sumber pertumbuhan baru yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal maupun regional.Sejak tahun 2003 sub sektor ini telah mampu bangkit dari terpaan krisis tahun 1998-1999. level produksi seluruh komoditas peternakan sudah melampaui level tertinggi periode sebelum krisis. Kemampuan peternakan untuk eksis dalam menghadapi badai krisis ekonomi ini dapat pula dilihat pada tahun 2000-2003, laju peningkatan produksi ayam broiler dan petelur berturut-turut mencapai 23,4 dan 10,27 persen pertahun, padahal saat krisis ekonomi pernah mengalami penurunan yang sangat tajam, yaitu masing-masing 28,23 dan 8,92 persen per tahun. Bahkan peternakan mampu membuka lapangan pekerjaan kepada 2,54 juta masyarakat Indonesia yang bekerja disektor ini, yang tersebar baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sehingga sektor ini diharapkan dapat menekan angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada medio tahun 2006 saja mencapai 3,95 juta orang.
2.7. Masalah pangan olahan hasil ternak ?
Beberapa hal yang terkait dengan masalah pangan olahan hasil ternak di Indonesia, yaitu rendahnya tingkat konsumsi hasil ternak, kondisi peternakan di Indonesia yang berskala kecil, persepsi salah tentang hasil ternak, dan dampak globalisasi pangan.
1. Konsumsi Hasil Ternak Masyarakat Indonesia
Tingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih jauh dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH), tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1 g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5 kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th, dan telur 4,7 kg/kap/th (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Tingkat konsumsi protein hasil ternak tersebut terhitung kecil
dibanding jumlah konsumsi protein (total nabati dan hewani) yang dianjurkan sebesar 46,2 g/kap/hr. Sebagai pembanding, konsumsi susu di Amerika, Jepang dan beberapa negara Eropa sudah lebih dari 80 kg/kap/th. Konsumsi susu beberapanegara ASEAN juga relatif tinggi, yaitu Philippina 18,8 kg/kap/th, Malaysia 22,5 kg/kap/th, Thailand 28,0 kg/kap/th dan Singapura 32 kg/kap/th.
2. Kondisi Peternakan dan Industri Pengolahan
Peternakan di Indonesia hingga saat inididominasi peternakan rakyat berskala kecil dan belum maju. Lebih khusus lagi kondisi industri pengolahan pangan dan hasil ternak dominan berskala kecil. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 916.182 industri makanan dan minuman di Indonesia,
5.612 (0,61%) industri skala besar dan menengah, 82.430 (9,11%) industri skala kecil, dan 828.140 (90,28%) industri rumah tangga. Di Jawa Tengah ada sekitar 320 perusahaan pengolahan hasil ternak, 90% lebih adalah usaha kecil dan menengah.
3. Persepsi tentang Hasil Ternak
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa hasil ternak merupakan pangan sumber lemak dan kolesterol yang sangat membahayakan kesehatan. Sekelompok orang bahkan “berkampanye” untuk tidak mengkonsumsi hasil ternak. Gupta (2004) memasukkan hasil ternak dalam daftar makanan berbahaya sebagai pembunuh manusia, secara pelan tetapi pasti. Salah persepsi tersebut akan berpengaruh terhadap konsumsi hasil ternak maupun upaya penyediaannya. Oleh sebab itu, perlu pemberian informasi kepada masyarakat tentang hasil ternak secara positif dan proporsional.
4. Tantangan Globalisasi Pangan
Globalisasi adalah kesepakatan antar negara dalam perdagangan bebas (free trade) yang mencakup berbagai kawasan seperti AFTA (Asean Free Trade Area) 2003 dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) 2020. Globalisasi pangan merupakan perdagangan bebas produk pangan, yang disatu sisi memberi peluang dan harapan, namun disisi lain memasang rambu-rambu yang cukup ketat. Globalisasi pangan bertujuan mengeliminasi hambatan perdagangan (barriers to trade) berdasarkan prinsip liberalisasi dengan keterbukaan pasar dan
harmonisasi dalam bentuk penyeragaman standar mutu dan keamanan produk pangan. Implementasi kedua prinsip tersebut sebenarnya tidak adil, karena negara maju telah lebih siap sementara negara berkembang masih jauh ketinggalan. Globalisasi juga berdampak pada masuknya tenaga ahli, teknologi, serta ternak dan produk olahannya dari negara lain. Oleh sebab itu, globalisasi pangan merupakan tantangan bagi pengadaan pangan nasional. Tantangan yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional yang terkait dengan
globalisasi pangan cukup bervariasi. Pertama, penyediaan pangan yang bermutu dan bergizi tinggi dengan harga terjangkau oleh masyarakat. Kedua, penyediaan pangan yang aman ditunjang dengan kondisi lingkungan dan sarana yang memadai. Ketiga, memperkokoh pasar domestik produk pangan agar tidak hanya dibanjiri produk pangan impor. Membanjirnya produk luar negeri yang tak terhindarkan, perlu dihadapi dengan mengembangkan dan mencintai produk lokal atau produk nasional sebagai bagian dari nasionalisme secara luas. Nasionalisme di tengah globalisasi kadang hanya menjadi jargon. Padahal globalisasi dan perdagangan bebas internasional baru terjadi ketika ada pelaku dari masing-masing negara dengan nasionalismenya. Untuk menjawab tantangan globalisasi pangan tersebut diatas, salah satu alternatifnya adalah melalui peningkatan peran teknologi pangan sehingga dapat tersedia produk pangan olahan bermutu tinggi, aman dan mampu bersaing dipasaran. Telah terbukti bahwa teknologi pangan menjadi faktor penting untuk memberi nilai tambah bagi produk pertanian pada umumnya.
2.8.Pengembangan produk hasil ternak ?
Menurut Dictionary of Food Technology Teknologi pangan didefinisikan sebagai ilmu dan rekayasa untuk memproduksi, memproses, mengolah, mengemas, mendistribusikan, menyiapkan, dan memanfaatkan bahan ataupun produk pangan. Pada garis besarnya implementasi teknologi pangan dalam pemanfaatan hasil ternak mencakup tiga aspek utama, yaitu penanganan (handling), pengawetan (preservation) dan pengolahan (processing)
- Pengembangan Produk Pangan Berbasis Protein
Hasil ternak sebagai sumber protein dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau penunjang untuk produk olahan. Protein dalam jumlah tertentu mempengaruhi karakteristik produk karena sifat fungsionalnya. Beberapa sifat fungsional protein dalam pengolahan pangan yaitu: (1) pembentukan gel (gelasi), (2) pembentukan buih (daya buih), (3) pengemulsi (emulsifikasi), (4) pengikat senyawa lain (kohesivitas); (5) daya ikat air atau water holding capacity (WHC). Satu jenis protein dapat memiliki satu atau lebih sifat fungsional yang berperanan dalam produk olahan tertentu. Pengembangan produk pangan banyak memanfaatkan isolat atau konsentrat protein tertentu. Isolasi dan fraksinasi protein asal ternak kini terus diupayakan. Di dalam susu ada dua kelompok protein yaitu kasein dan whey, yang masing-masing berjumlah sekitar 80 dan 20% dari total protein susu. Kasein terdiri dari beberapa fraksi seperti alfa, kappa dan gama kasein, sedangkan whey terdiri dari laktoglobulin, laktalbumin, serum albumin, dan imunoglobulin. Pada telur, utamanya putih telur terdapat lebih dari 40 jenis protein, di antaranya ovalbumin, ovomusin, dan lisozim. Ovalbumin terbanyak dengan jumlah 54% total protein putih telur. Di dalam daging terdapat protein aktin, miosin, tropomiosisn, mioglobin dan haemoglobin. Di Jepang telah dikembangkan produk roti tawar yang diperkaya dengan protein globin.
- Pengembangan Produk Olahan Ternak Unggulan
Pengolahan hasil ternak di negara industri maju telah berkembang begitu pesat. Pada tahun 1995, pasar pangan di Amerika Serikat menjual sekitar 20.000 produk pangan baru. Dari produk tersebut, kategori pangan yang dipasarkan adalah snack 40%, minuman 22% dan olahan hasil ternak 20%. Artinya, sekitar 400 jenis produk baru hasil ternak di produksi setiap tahun. Di pasar Indonesia, produk olahan hasil ternak terus bertambah, meski secara supervisial tampak bahwa pertambahan tersebut lebih didominasi produk impor. Produk yang dijual dengan sistem franchise asing juga makin menjamur dan banyak dibeli oleh konsumen domestik. Masyarakat kita, terutama kelompok anak-anak dan generasi muda, telah masuk dalam sistem produksi dan penjualan produk pangan impor. Hal ini termasuk ciri keterjebakan pangan (food trap), yang merupakan proses ketergantungan pada suatu jenis pangan yang tidak mampu dihasilkan sendiri. Food trap dapat menekan produksi pangan lokal yang akhirnya melemahkan kemandirian pangan nasional, sehingga penanggulangannya perlu kebijakan khusus pemerintah dan peningkatan apresiasi pangan asli Indonesia. Berdasarkan fenomena di atas, produsen domestik harus berkompetisi melalui penggunaan bahan baku ternak lokal unggulan. Indonesia dikenal memiliki potensi beberapa ternak lokal, misalnya sapi bali, ayam kedu, domba garut, kambing jawa randu, dan kerbau yang kini belum dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pengolahan skala besar. Sejalan dengan upaya pengembangan ternak lokal untuk menjadi unggulan, maka perlu pengembangan teknologi pengolahan hasilnya. Pengembangan teknologi dapat melalui antara lain: (1) rekayasa proses, (2) penggunaan bahan penunjang, (3) teknik pengemasan dan teknik penyajiannya.
- Pengembangan Produk Makanan Fungsional
Salah satu produk pangan untuk kesehatan adalah makanan fungsional (functional food) yang konsepnya mulai diperkenalkan pada tahun 1984 di Jepang. Di Cina, makanan fungsional mirip makanan sehat (healthy food), dan di Korea mirip makanan suplemen (health supplement food). Namun keduanya berbeda dengan makanan fungsional, karena produk tersebut bentuknya mirip obat. Makanan fungsional dapat diartikan sebagai produk makanan, termasuk minuman, yang mengandung komponen atau senyawa aktif yang berperan menjaga kesehatan tubuh atau mencegah timbulnya suatu penyakit.
Apabila makanan konvensional berfungsi sebagai sumber zat gizi, maka makanan fungsional mempunyai fungsi tersier dalam modulasi sistem fisiologis seperti kekebalan, hormonal, pencernaan, dan sistem seluler di dalam tubuh. Posisi makanan fungsional berada di antara makanan konvensional dan obat-obatan. Di antara kondisi tubuh sehat dan sakit ada kondisi semi-sehat. Seseorang yang sakit dapat sembuh dengan obat, sedangkan seseorang yang semi-sehat dapat dibantu dengan makanan fungsional untuk menjadi sehat.
- Mutu dan Keamanan Produk Pangan Hewani
Mutu dan keamanan adalah faktor penentu dalam perdagangan bebas produk pangan. Di dalam UU Pangan juga dijelaskan bahwa penerapan persyaratan mutu dan keamanan pangan tidak hanya berlaku bagi pangan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia, tetapi juga bagi pangan yang diimpor maupun diekspor. Mutu produk pangan merupakan gabungan
sifat-sifat produk tersebut yang mencerminkan tingkat atau derajat penerimaan konsumen. Suatu produk dikatakan bermutu baik bila beberapa sifat produk tersebut dinilai baik, yakni sifat fisik (tekstur, rasa, aroma, warna), sifat kimiawi (kandungan zat gizi, keasaman), maupun sifat biologis atau jumlah mikroba. Keamanan pangan merupakan kondisi terhindarnya mengkonsumsi pangan yang tidak aman. Kinsey yang disitasi oleh SCN (2004) memberi batasan tentang pangan yang tidak aman, yaitu meliputi: (1) pangan yang mengandung mikroba dalam jumlah cukup untuk menjadikan sakit atau kematian, (2) pangan yang mengandung substansi yang dipercaya dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti pestisida, aditif non-pangan dan BSE (bovine spongiform encepalopathy), (3) pangan yang memiliki kemungkinan efek kesehatan seperti hasil dimodifikasi secara genetik (genetically modified foods) dan produk iradiasi, (4) pangan yang mengandung ingridien berlebih sehingga memicu timbulnya penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan kardiovaskuler.
2.9. Apakah Manfaat protein hewani ?
Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin).
Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani.
Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah. Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100 (Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005e).
Bab III
Penutup
3.1.Kesimpulan
Peranan ternak sangatlah penting bagi kelangsungan kehidupan manusia tetapi banyak sekali tantangan serta hambatan untuk memgatasi kekurangan pemenuhan khususnya di Indonesia, sebenarnya kondisi ini seharusnya ditingkatkan dengan pendalaman lebih optimal. Peternakan sebagai sumber protein hewani memegang peranan penting untuk bahan baku dan produk olahan makanan bagi manusia .Tuntutan terhadap pangan hewani akan terus meningkat baik jumlah, mutu, maupun variasi bahan dan produknya, terlebih lagi globalisasi mensyaratkan kompetisi yang ketat dalam pedagangan pangan. Sentuhan teknologi pangan diharapkan mampu mengembangkan produk olahan hasil ternak yang inovatif dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, peningkatan peran teknologi pangan dalam penyediaan pangan olahan hasil ternak untuk pasokan harus ditingkatkan. Jadi pemenuhan pangan harus lebih diperhatikan untuk kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut diatas, akhirnya dapat digaris bawahi beberapa hal sebagai kesimpulan berikut ini. Pertama, pengadaan produk olahan hasil ternak untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih dihadapkan pada masalah skala peternakan, salah persepsi, dan ketatnya kompetisi global. Kedua, peluang dan ketatnya persaingan dalam globalisasi pangan perlu dihadapi dengan pengembangan produk olahan hasil ternak yang inovatif dan kompetitif, yang sekaligus untuk menangkal keterjebakan pangan. Ketiga, peningkatan mutu dan keamanan produk olahan hasil ternak harus terus diupayakan. Pelanggaran terhadap mutu dan keamanan pangan identik dengan kejahatan dan harus diberi sangsi hukum yang tegas. Ke empat, teknologi pangan mempunyai peranan penting dalam pengembangan produk olahan hasil ternak saat ini dan dimasa mendatang, yaitu melalui: (1) pengembangan produk pangan berbasis protein hewani, (2) pengembangan produk olahan dari ternak unggulan, (3) pengembangan produk makanan fungsional, (4) pengembangan hasil ternak rendah lemak dan kolesterol, (5) peningkatan mutu dan keamanan produk pangan hewani secara progresif. Kelima, pengembangan produk pangan berbasis protein hewani dapat dilakukan dengan mendayagunakan sifat-sifat fungsionalnya. Protein whey susu memiliki potensi baik untuk dimanfaatkan secara optimal dalam industri pangan.
3.2.Daftar Pustaka
· Rusfidra. 2007a. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan Bertumpu pada Ternak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing House.
· Rusfidra. 2007c. Rural Poultry Keeping in Indonesia to Household Food Security and Poverty Alleviation. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Alumni dari Jepang (PERSADA). Bogor: Persada-FKH IPB. 9 Agustus 2007.
· Rusfidra. 2006. Penerapan sistem pendidikan tinggi jarak jauh untuk meningkatkan mutu SDM: sebuah bentuk inovasi industri pendidikan. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional “Sistem Inovasi Nasional”, tanggal 19-20 Juli 2006. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
· Rusfidra. 2005c.Mencegah gizi buruk dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala rumahan. Artikel iptek Harian Pikiran Rakyat. Bandung, 25 Agustus 2005.
· Rusfidra. 2005d. Protein hewani dan kecerdasan. Arikel Opini Harian Sinar Harapan. Jakarta 8 September 2005.
· Kompas, 2009. Swasembada Daging Sapi 2014. 09 November 2009. http://m.kompas.com. November 2009
· Kompas, 2004. Badan POM: Angka Keracunan Makanan Selama Tahun 2004 Meningkat, 11 Oktober 2004 http://kompas.com/kompas cetak/04104/11/daerah/1317750.htm [4 November 2004]
Haryono, I. 2007. Pengembangan industri pengolahan susu nasional. Makalah Workshop Pengembangan Kemitraan Industri Pengolahan Susu dengan Peternak Sapi Perah Untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Susu Nasional. Semarang, 9 Mei 2007
Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004. Pokok-pokok pemikiran tentang pembangunan peternakan 2005-2009. Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Gumbira-Said. 2004. Paradigma peningkatan pemanfaatan teknologi menuju pembangunan pertanian Indonesia yang berkelanjutan. Dalam:Pertanian Mandiri, A. H. Masroh dkk (Eds). Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 87-100.
Tranggono. 2004. Produk hewani dalam perspektif ilmu dan teknologi pangan. Makalah Seminar Nasional Pangan Hewani, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, 23 September 2004, Se
makasih dah bagi infonya sebagai sumber referensi aku
BalasHapussalah mahasiswa peternakan dari akbar UNLAM